Sabtu, 29 November 2008

PENGENDALIAN DIRI DALAM PENGGUNAAN IPTEK SEBAGAI WUJUD MANUSIA MODERN

Oleh : Nuansa Bayu Segara

Abstrak

Dunia saat ini memasuki zaman baru dalam pemanfaatan IPTEK, hampir semua lini masyarakat menggunakan atau memanfaatkan IPTEK untuk membantu memenuhi kebutuhan primer, sekunder atau hanya sekedar pemenuhan kebutuhan tersier. Bagi orang-orang yang sudah bersifat modern seutuhnya, maka penggunaan IPTEK dapat menjadi hal sangat produktif bagi dirinya dan bagi orang lain. Namun berbeda dengan orang-orang yang mengaku modern karena ikut serta dalam pemanfaatan IPTEK, ternyata mereka kontra-produktif dalam memanfaatkan IPTEK tersebut.

Kata kunci : teknologi, modern, IPTEK

Teknologi tidak bisa lepas dari kehidupan manusia saat ini, hampir semua unit masyarakat menggunakan teknologi tinggi di zaman sekarang ini. Menurut Brown & Brown (1975) bahwa; ” technology is the application of knowledge by people in order to perform some task they want done” yang berarti teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan yang ditemukan manusia untuk mendukung apa yang ingin mereka kerjakan. Jadi terlihat perbedaan antara ilmu pengetahuan dan teknologi, namun kedua elemen ini sangat erat hubungannya, ketika sebuah ilmu pengetahuan sudah diterapkan dalam bentuk teknologi, maka dapat dikatakan sebagai IPTEK.
Manusia menggunakan teknologi semenjak mereka menggunakan ilmu pengetahuan. Awalnya manusia menyadari bahwa pengalaman-pengalaman hidup mereka telah membuat hidup manusia lebih baik, inilah yang disebut pengetahuan. Lalu setelah pengetahuan-pengetahuan itu tersusun secara sistematis, diuji kebenarannya dan mendapatkan kepercayaan orang lain maka dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan. Dahulu, pada masa penggunaan kapak corong pun sebenarnya manusia sudah dapat dikatakan menggunakan teknologi, namun masih dalam bentuk yang sederhana. Setelah menetap dan mulai becocok tanam, pengetahuan akan bertani semakin terasah dan semakin tinggi manusia dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan menjadi teknologi.
Banyak orang bilang, ini adalah zaman modern karena manusia melakukan semua kegiatan dengan teknologi, jadi orang yang menggunakan teknologi dalam kesehariannya itu dianggap manusia modern. Apa benar seperti itu?

Manusia Modern dan IPTEK

Kehidupan manusia merupakan kehidupan yang dinamis dan penuh inovasi, hal itu sebenarnya bertujuan agar terciptanya pembaharuan dan kemajuan dalam terciptanya kesejahteraan manusia, atau dapat disebut sebagai modernisasi. Menurut Prof. Koentjaraningrat (1990) modernisasi ialah ” usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang” melihat pengertian tersebut, modernisasi tidak dapat datang dengan sendirinya namun harus terus diusahakan. Menurut Prof. Nursid Sumaatmadja (1998) ” modernisasi merupakan proses mengangkat kehidupan, suasana batin yang lebih baik dan lebih maju daripada kehidupan sebelumnya, suasana kehidupan yang serasi dengan kemajuana zaman. Oleh karena itu, pada kehidupan modern, tercermin alam pikiran rasional, ekonomis, efektif, efisien menuju kehidupan yang makin produktif. Penerapan IPTEK merupakan karakter lain dalam kehidupan”.
Ketika arus mordernisasi yang diusahakan terus berkembang sesuai perencanaan maka, seharusnya dapat menghasilkan ” manusia modern”. Manusia modern ternyata bukan terlihat dari konsumsi teknologi yang tinggi melainkan lebih ke arah mental sebagai manusia modern. Seperti hipotesis yang diungkapkan Alex Inkeles (Myron Weiner, editor: 1966: 90:93), manusia modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Pertama, memiliki kesediaan menerima pengalaman-pengalaman baru, dan memiliki sifat keterbukaan terhadap pembaharuan serta perubahan. Kedua, mempunyai kesanggupan mengajukan pendapat tentang berbagai persoalan, baik dari lingkungan yang dekat maupun yang jauh. Ketiga, memiliki pandangan jauh ke masa yang akan datang, atau paling tidak tentang keadaan yang sedang berlangsung saat ini. Keempat, memiliki rencana dalam kehidupan dan kerja sebgai suatu hal yang wajar. Kelima, memiliki keyakinan akan kemampuan manusia, karena manusia dapat belajar untuk memanfaatkan diri sendiri dalam lingkungan. Keenam, memiliki keyakinan bahwa ”suatu keadaan dapat diperhitungkan”, artinya dunia atau kehidupan yang tertib, aman, dan sejahtera itu dapat dikendalikan oleh manusia. Ketujuh, memiliki kesadaran akan harga diri. Kedelapan, memiliki kepercayaan terhadap kemajuan IPTEK. Kesembilan, memiliki kepercayaan terhadap keadilan, baik penghargaan maunpun ganjaran atau hukuman, wajib diberikan kepada seseorang sesuai dengan perilaku, perbuatan, dan tindakanya. Selanjutnya Alex Inkeles (Myron Weiner, editor: 1966: 95) menyatakan bahwa dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kemodernan seseorang, faktor pendidikan paling utama. Derajat kemodernan seseorang berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Oleh karena itu, pendidikan menempati kedudukan, fungsi, dan peranan sangat penting serta bermakna dalam meningkatkan derajat kemodernan orang yang bersangkutan.
Tentu yang dimaksudkan pendidikan diatas adalah pendidikan secara luas yang tidak terpaku dengan pendidikan formal. Dengan banyak pengalaman dan bergaul serta lingkungan yang bersifat modern maka memungkinkan seseorang akan menjadi manusia yang modern. Manusia modern menurut hipotesis Alex Inkeles memiliki kepercayaan terhadap kemajuan IPTEK, sebenarnya tidak hanya percaya, namun lebih mengetahui cara dan pemanfaatannya agar IPTEK tersebut tidak menjadi hal yang mubazir dan menjadi alat bantu yang produktif bagi manusia modern itu sendiri.
IPTEK harus tetap dimanfaatkan tanpa merugikan orang lain dan lingkungan hidup khususnya. Menurut Prof. Nursid Sumaatmadja (1998:70) ” menjadi tugas bagi manusia dan masyarakat modern, untuk tidak hanya mengembangkan serta menerapkan IPTEK itu untuk mengeksploitasi alam lingkungan, melainkan juga untuk mengkaji hukum alam (sunatullah) yang telah menjadi ”ketentuan alamiah” mempertahankan keserasian dan keseimbangannya”.

Manusia Modern dan Teknologi Komunikasi
Teknologi juga dibutuhkan manusia untuk berinteraksi, karena manusia berjiwa sosial yang tidak bisa lepas dari saling berhubungan antara satu manusia dengan manusia lainnya, maka teknologi komunikasilah yang saat ini berkembang pesat. Mulai pada ditemukannya telegraf yang ditemukan oleh seorang Inggris bernama Samuel F.B. Morse pada tahun 1837 perkembangan teknologi komunikasi terus menerus mengalami inovasi, dengan lahirnya radio, televisi, komputer, pager, faksimili hingga telepon selular yang dikenal oleh masyrakat kita dengan HP (Hand phone) yang secara English seharusnya tertulis Handy Phone.
Penulis khusus menyoroti penggunaan handphone dalam kajian manusia modern dan teknologi komunikasi. Handphone saat ini sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, mulai dari anak tingkat dasar sampai lansia memiliki alat komunikasi yang dianggap praktis ini. Tidak dapat dihindari Indonesia pun menjadi salah satu negara dengan konsumsi HP yang tinggi di Asia. Di Indonesia HP sudah tidak mengenal strata sosial, mulai dari rakyat kecil sampai pejabat memiliki handphone, mulai dari pengemis sampai pengusaha pun memiliki handphone. Selain dianggap merupakan suatu kebutuhan oleh sebagian masyarakat Indonesia, handphone sudah dianggap menjadi gaya hidup dan alat ukur derajat sosial bagi mereka yang mempercayainya. Masyarakat yang beranggapan bahwa handphone dapat menaikan derajat bagi pemakainya percaya bahwa: semakin mahal harga dan merupakan produk terbaru dari handphone tersebut, maka semakin tinggi gengsi sosial penggunanya.
Untuk manusia modern, kepercayaan pada IPTEK memang sangat diperlukan, tentu saja dengan kapasitas dari manusia yang bersangkutan itu sendiri. Karena modernisasi individu itu bisa direncanakan dan diusahakan oleh individu itu sendiri tanpa melupakan arus disekitarnya dan menahan diri ketika arus itu tidak sesuai dengan nuraninya. Untuk penggunaan handphone sendiri, penulis menyoroti pemakaian handphone di usia remaja yang hakikatnya sebagai pelajar, terkadang terjadi pemanfaatan yang kontra produktif pada sebagian pelajar dan mahasiswa sebagai pengguna teknologi telepon selular ini. Handphone dianggap tidak menjadi alat bantu positif lagi ketika pemakainya menggunakan teknologi ini secara kontra produktif. Malah oleh sebagian pengamat pendidikan handphone dianggap menjadi kerikil penghalang demi terwujudnya pendidikan yang sesuai dengan amanat bangsa jika penggunaanya tidak sesuai hakikat teknologi. Ketika seharusnya pelajar berkonsentrasi untuk belajar dan menerima pembelajaran, tidak jarang mereka mengalihkan perhatiannya terhadap handphone yang dimilikinya. Ketika ada waktu luang atau istirahat sekolah, tidak sedikit pelajar yang enggan untuk berinteraksi dengan teman lainnya dan memilih duduk tenang dan memainkan handphone mereka. Terkadang pendidik terganggu ketika di tengah-tengah proses pembelajaran ada siswa yang asik dengan handphonenya.
Dirumah, mereka menjadi pencandu dari fiture handphone yang disuguhkan, mulai dari internet, chatting, dan games yang ada. Ketika pengguna handphone tersebut menggunakan fiture yang ada itu secara produktif dan efisien maka hal itu tidak menjadi masalah. Namun ketika dengan pemanfaatan fiture handphone itu secara berlebihan, menggangu aktivitas harian, mengganggu konsentrasi belajar maka hal itu dapat sangat merugikan bagi pelajar itu sendiri sebenarnya. Mereka kehilangan waktu, kehilangan ketenangan dalam belajar. Karena terkadang, mereka (khususnya pelajar wanita) mengecek handphone-nya secara terus menerus, ketika tidak ada sms atau telepon yang masuk mereka berkeluh kesah. Hal ini mebuktikan bahwa ketergantungan akan penggunaan handphone yang kontra produktif bukan sebagai modernisasi yang positif. Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi seterusnya hingga para pelajar menjadi dewasa dan dibutuhkan sebagai pemimpin bangsa. Namun, alangkah baiknya jika pelajar memulai dari sekarang untuk mengefisienkan pemanfaatan IPTEK agar menjadi suatu hal yang produktif.

Penutup
Manusia modern hendaknya mengusai diri dalam penggunaan IPTEK. IPTEK harus digunakan secara selaras, serasi, seimbang dan tetap melestarikan alam yang menjadi salah satu komponen hidup manusia. Penggunaan teknologi informasi seharusnya bisa menjadi manusia modern lebih produktif lagi. Dengan teknologi komunikasi diharapkan manusia modern dapat terbantu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dan mensejahterakan diri juga orang lain. Pengendalian diri dalam menjaga ekstitensi modernisasi yang positif sangat penting untuk terwujudnya individu yang modern dan akhirnya melahirkan masyarakat modern.

Daftar Pustaka
Koentjaraningrat, 1990, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Microsoft Encarta Premium 2006
Nursid sumaatmadja, 1998. Manusia Dalam Konteks Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup. CV Alfabeta, Bandung.




Kamis, 27 November 2008

Serangan Penduduk Dari Bandung Timur

Oleh: Nuansa Bayu Segara

Abstrak

Bandung saat ini merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Dengan penduduk yang mencapai 3,557,665 pada tahun 1997, Bandung sudah dapat dikatakan sebagai kota metropolitan. Bandung menjadi pusat berbagai kegiatan, semua kegiatan ekonomi, pemerintahan, pendidikan dan pariwisata untuk regional Jawa Barat berpusat di Bandung. Oleh sebab itu kota ini menjadi buruan dari kaum pemburu kota yang mencari puing-puing rejeki ibu kota Jawa Barat ini.

Dengan banyaknya penduduk yang datang bahkan menetap di Bandung membuat kota ini menjadi salah satu kota terpadat di Indonesia. Padahal Belanda merancang Bandung hanya untuk menjadi kota dengan populasi 500.000 jiwa. Mobilitas penduduk setiap hari sangat tinggi, baik kaum urban, marginal, komuter mencari penghidupan di kota besar ini. Apa yang mengakibatkan mobilitas penduduk sangat tinggi di Bandung? Dan apa efeknya bagi lingkungan?

Pertumbuhan kota merupakan hal yang sulit dihindari ketika magnet dari kota itu tetap ada. Lapangan kerja dan pendidikan merupakan salah satu magnet yang dimiliki oleh Bandung dalam menarik imigran baik dari daerah sekitar kota, luar kota atau provinsi lain bahkan pulau lain yang ada di Indonesia. Awalnya para migran datang ke Bandung untuk menuntut ilmu (mahasiswa), setelah menyelesaikan studinya tak jarang para migran tersebut tidak kembali ke daerah asalnya melainkan mencari mata pencaharian di Bandung, setelah berhasil mereka membawa sanak saudara untuk bersama-sama mengadu nasib maka tak heran jika pertumbuhan penduduk Bandung sangat pesan, belum ditambah tingkat fertilitas yang cukup tinggi. Lapangan kerja terutama sektor industri berkembang pesat di Bandung, ketika Bandung dianggap menjadi daerah tujuan konsumen apalagi dianggap memilki tenaga kerja yang memadai maka untuk menghemat jarak transportasi, Bandung dipilih pengusaha menjadi lokasi berbagai macam industri seperti tekstil, kimia dan makanan.

Sektor jasa merupakan penyerap tenaga kerja yang cukup besar, Bandung yang terkenal sebagai pusat belanja memiliki banyak pusat-pusat pertokoan dan mall yang banyak mengunakan jasa-jasa pramuniaga yang banyak diantaranya merupakan kaum urban.

Persebaran Tempat Tinggal Kaum Urban

Ada kekhasan kaum urban dalam memilih tempat tinggal. Menurut Mutakin 2002, umumnya, penduduk kota berkeinginan tinggal di bagian atau sektor wilayah kota yang baik; sementara yang lainnya bergerak ke lokasi-lokasi antar unit ketetanggaan. Sering juga penduduk kota menuju daerah-daerah suburban. Alasan gerakan ini bervariasi, misalnya untuk meningkatkan pendapatan yang lainnya untuk memperoleh lahan perumahan yang lebih luas atau lebih nyaman. Sebaliknya, ada sementara kelompok penduduk yang tertarik ke wilayah pusat kota, kelompok ini umumnya kaum remaja atau orang-orang bujangan. Adapula kaum kerja yang bergaji relatif kecil memilih tinggal dekat dengan tempat kerja mereka hal ini dilakukan untuk menghilangkan biaya transportasi. Biasanya mereka adalah para kaum hasil dari produk urbanisasi, hal ini menjadi masalah dikota sebenarnya, karena dengan ditempatinnya pusat kota yang sempit oleh kaum marginal seperti ini maka akan timbul slum area yang sebenarnya tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang kota. Untuk pekerja yang lebih mapan seperti yang dijelaskan diatas, akan memilih daerah suburban yang biaya hidupnya relatif lebih rendah dan harga perumahan di daerah suburban lebih terjangkau serta lebih nyaman karena jauh dari hingar-bingar kota. Dampak positif dari pemilihan daerah suburban sebagai pemukiman adalah berkurangnya kepadatan penduduk kota. Namun karena adanya pengalihan fungsi lahan dari non-pemukiman menjadi pemukiman maka yang menjadi korban biasanya lahan pertanian yang ada di daerah suburban itu sendiri.

Bandung sendiri membuktikan apa yang dikatakan Mutakin (2002) itu, bahwa untuk pusat kota lebih didominasi oleh orang-orang bujangan baik itu mahasiswa atau pekerja jasa yang mengisi tempat kos, sedangkan untuk pemukiman yang ditinggali kaum marginal menjadi slum area seperti di bantaran Cikapundung.

Mobilitas Kaum Komuter dari Bandung Timur

Mutakin (2002) mengatakan Mobilitas individual merupakan karakteristik kehidupan metropolitan. Bagi komuter mereka berasal dari pemukiman-pemukiman pinggiran kota, mereka memasuki metropolian pagi hari untuk bekerja di segenap penjuru kota, dan pada sore hari mereka pulang ke tempat tinggalnya di pinggiran metropolitan. Hal ini terjadi setiap hari kerja di Bandung, penulis menyaksikan ribuan motor menuju Bandung pada pagi hari dari arah Cileunyi, Rancaekek, Ujungberung. Hampir ¾ bagian jalan dikuasi oleh para komuter yang bermobilitas dari daerah suburban menuju Bandung. Pukul 07.00-09.00 merupakan puncak dari mobilitas tersebut, sepeda motor sangat mendominasi pergerakan yang dilakukan komuter. Sebaliknya, pada jam pulang kerja dari jalan Soekarno-Hatta hingga jalan raya Ujungberung, Cibiru, Cileunyi dikuasai komuter yang pulang dari arah Bandung menuju daerah suburban yang merupakan tempat tinggal mereka.

Memang hal itu terjadi setiap hari, karena sebagian besar penduduk di kawasan Bnadung timur bekrja dan mencari nafkah di pusat-pusat bisnis kota Bandung, seperti pertokoan, mall, bank, pabrik dan pusat-pusat perekonomian lainnya. Sepeda motor menjadi pilihan utama para komuter untuk bermobilitas, pilihan tersebut dikarenakan motor dianggap lebih hemat dalam penggunaan bahan bakar, lebih praktis dan efisien. Dengan adanya fenomena mobilitas individu harian itu maka tidak dapat dihindari kemacetan rutin setiap pagi dan sore hari kerja. Tidak hanya efek terhadap kelancaran arus lalu lintas saja akibat adanya arus mobilisasi setiap hari. Efek terhadap elastisitas penggunaan bahan bakar minyak. Data yang diperoleh dari Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi pada tahun 2003, bahwa transportasi merupakan sektor pengkonsumsi minyak terbesar dengan 56,33% dari total penggunaan energi miyak. Lalu efek pemakaian bahan bakar minyak yang besar adalah polusi udara.

Efek Mobilisasi Terhadap Lingkungan

Mobilitas individu dari daerah suburban ke daerah pusat kota Bandung tidak bisa dihindari, dengan banyaknya kendaraan bermotor yang digunakan sebagai sarana transportasi untuk bermobilitas tentu saja berdampak pada lingkungan di daerah Bandung. Penggunaan bahan bakar minyak sebagai energi penggerak mobilitas ini berdampak negatif pada udara kota Bandung yang sejatinya sejuk. Kita dapat melihat perbedaan warna langit di kota Bandung dengan daerah yang masih rendah tingkat polusinya. Langit dikota bandung hampir sepanjang hari berwarna kelabu padahal tidak ada awan mendung, melainkan asap-asap kendaraan bermotor yang mewarnai langit kota ini. Untuk lebih jelas melihat perbedaan warna langit secara vertikal, naiklah ke perbukitan di sekitar daerah Oray Tapa Jalan Raya Ujungberung disana terlihat jelas perbedaan warna langit di kota Bandung secara vertikal. Jika hal ini terus terjadi maka akan sangat buruk dampaknya terhadap lingkungan Bandung itu sendiri apalagi ruang terbuka hijau dan pepohonan semakin berkurang jumlahnya. Moblitas individu atau para komuter ini tidak bisa dihentikan akan tetapi ada alternatif yang baik bagi kelangsungan kegiatan perekonomian dan kelangsungan yang baik terhadap lingkungan.

Transportasi dan Energi Alternatif

Sebenarnya Bandung sudah harus memiliki transportasi alternatif yang cepat, efisien, terjangkau dan ramah lingkungan. Untuk kawasan Bandung timur sebenarnya sudah ada KRD dari pusat kota menuju Rancaekek dan sebaliknya, tapi ternyata kurang begitu efektif melayani para komuter. Jika kita lihat Jakarta sudah meiliki transportasi alternatif seperti kereta listrik untuk mobilitas kaum komuter sedangkan Bus TransJakarta untuk mobilitas dalam kotanya, kemudian Pemkot Jakarta sedang membangun intalasi untuk monorel tidak ada salahnya Bandung memilih salah satu transportasi alternatif.

Adapun alternatif untuk bahan bakar minyak bumi yaitu biodiesel atau biopertamax yang lebih ramah lingkungan. Hal ini bisa dilakukan jika energi ini sudah dapat diproduksi secara masal dan terjangkau untuk kalangan pekerja.

Penutup

Mobilitas individu dari kawasan Bandung Timur dari tahun ke tahun semakin berkembang, hal itu tidak dapat dihindari karena mengingat Bandung sebagai pusat dari segala kegiatan seperti pendidikan, pemerintahan, dan perekonomian. Hal itu berdampak bagi kelancaran lalu lintas dan elastisitas penggunaan energi minyak bumi yang tentunya berdampak pada lingkungan Bandung sendiri. Untuk itu perlu ada langkah yang cerdas dari semua pihak agar mobilitas tersebut dapat dilakukan secara cepat, efisien, dan ramah lingkungan tentunya.

Daftar Pustaka

Awan Mutakin Prof DR. 2002. Dinamika Kehidupan Masyarakat Perkotaan. Anggita Pustaka Mandiri.

www.esdm.go.id