Oleh: Nuansa Bayu Segara
Abstrak
Dengan banyaknya penduduk yang datang bahkan menetap di
Pertumbuhan kota merupakan hal yang sulit dihindari ketika magnet dari kota itu tetap ada. Lapangan kerja dan pendidikan merupakan salah satu magnet yang dimiliki oleh Bandung dalam menarik imigran baik dari daerah sekitar kota, luar kota atau provinsi lain bahkan pulau lain yang ada di Indonesia. Awalnya para migran datang ke Bandung untuk menuntut ilmu (mahasiswa), setelah menyelesaikan studinya tak jarang para migran tersebut tidak kembali ke daerah asalnya melainkan mencari mata pencaharian di Bandung, setelah berhasil mereka membawa sanak saudara untuk bersama-sama mengadu nasib maka tak heran jika pertumbuhan penduduk Bandung sangat pesan, belum ditambah tingkat fertilitas yang cukup tinggi. Lapangan kerja terutama sektor industri berkembang pesat di Bandung, ketika Bandung dianggap menjadi daerah tujuan konsumen apalagi dianggap memilki tenaga kerja yang memadai maka untuk menghemat jarak transportasi, Bandung dipilih pengusaha menjadi lokasi berbagai macam industri seperti tekstil, kimia dan makanan.
Sektor jasa merupakan penyerap tenaga kerja yang cukup besar, Bandung yang terkenal sebagai pusat belanja memiliki banyak pusat-pusat pertokoan dan mall yang banyak mengunakan jasa-jasa pramuniaga yang banyak diantaranya merupakan kaum urban.
Persebaran Tempat Tinggal Kaum Urban
Ada kekhasan kaum urban dalam memilih tempat tinggal. Menurut Mutakin 2002, umumnya, penduduk kota berkeinginan tinggal di bagian atau sektor wilayah kota yang baik; sementara yang lainnya bergerak ke lokasi-lokasi antar unit ketetanggaan. Sering juga penduduk kota menuju daerah-daerah suburban. Alasan gerakan ini bervariasi, misalnya untuk meningkatkan pendapatan yang lainnya untuk memperoleh lahan perumahan yang lebih luas atau lebih nyaman. Sebaliknya, ada sementara kelompok penduduk yang tertarik ke wilayah pusat kota, kelompok ini umumnya kaum remaja atau orang-orang bujangan. Adapula kaum kerja yang bergaji relatif kecil memilih tinggal dekat dengan tempat kerja mereka hal ini dilakukan untuk menghilangkan biaya transportasi. Biasanya mereka adalah para kaum hasil dari produk urbanisasi, hal ini menjadi masalah dikota sebenarnya, karena dengan ditempatinnya pusat kota yang sempit oleh kaum marginal seperti ini maka akan timbul slum area yang sebenarnya tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang kota. Untuk pekerja yang lebih mapan seperti yang dijelaskan diatas, akan memilih daerah suburban yang biaya hidupnya relatif lebih rendah dan harga perumahan di daerah suburban lebih terjangkau serta lebih nyaman karena jauh dari hingar-bingar kota. Dampak positif dari pemilihan daerah suburban sebagai pemukiman adalah berkurangnya kepadatan penduduk kota. Namun karena adanya pengalihan fungsi lahan dari non-pemukiman menjadi pemukiman maka yang menjadi korban biasanya lahan pertanian yang ada di daerah suburban itu sendiri.
Bandung sendiri membuktikan apa yang dikatakan Mutakin (2002) itu, bahwa untuk pusat kota lebih didominasi oleh orang-orang bujangan baik itu mahasiswa atau pekerja jasa yang mengisi tempat kos, sedangkan untuk pemukiman yang ditinggali kaum marginal menjadi slum area seperti di bantaran Cikapundung.
Mobilitas Kaum Komuter dari Bandung Timur
Memang hal itu terjadi setiap hari, karena sebagian besar penduduk di kawasan Bnadung timur bekrja dan mencari nafkah di pusat-pusat bisnis kota Bandung, seperti pertokoan, mall, bank, pabrik dan pusat-pusat perekonomian lainnya. Sepeda motor menjadi pilihan utama para komuter untuk bermobilitas, pilihan tersebut dikarenakan motor dianggap lebih hemat dalam penggunaan bahan bakar, lebih praktis dan efisien. Dengan adanya fenomena mobilitas individu harian itu maka tidak dapat dihindari kemacetan rutin setiap pagi dan sore hari kerja. Tidak hanya efek terhadap kelancaran arus lalu lintas saja akibat adanya arus mobilisasi setiap hari. Efek terhadap elastisitas penggunaan bahan bakar minyak. Data yang diperoleh dari Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi pada tahun 2003, bahwa transportasi merupakan sektor pengkonsumsi minyak terbesar dengan 56,33% dari total penggunaan energi miyak. Lalu efek pemakaian bahan bakar minyak yang besar adalah polusi udara.
Efek Mobilisasi Terhadap Lingkungan
Mobilitas individu dari daerah suburban ke daerah pusat kota Bandung tidak bisa dihindari, dengan banyaknya kendaraan bermotor yang digunakan sebagai sarana transportasi untuk bermobilitas tentu saja berdampak pada lingkungan di daerah Bandung. Penggunaan bahan bakar minyak sebagai energi penggerak mobilitas ini berdampak negatif pada udara kota Bandung yang sejatinya sejuk. Kita dapat melihat perbedaan warna langit di kota Bandung dengan daerah yang masih rendah tingkat polusinya. Langit dikota bandung hampir sepanjang hari berwarna kelabu padahal tidak ada awan mendung, melainkan asap-asap kendaraan bermotor yang mewarnai langit kota ini. Untuk lebih jelas melihat perbedaan warna langit secara vertikal, naiklah ke perbukitan di sekitar daerah Oray Tapa Jalan Raya Ujungberung disana terlihat jelas perbedaan warna langit di kota Bandung secara vertikal. Jika hal ini terus terjadi maka akan sangat buruk dampaknya terhadap lingkungan Bandung itu sendiri apalagi ruang terbuka hijau dan pepohonan semakin berkurang jumlahnya. Moblitas individu atau para komuter ini tidak bisa dihentikan akan tetapi ada alternatif yang baik bagi kelangsungan kegiatan perekonomian dan kelangsungan yang baik terhadap lingkungan.
Transportasi dan Energi Alternatif
Sebenarnya Bandung sudah harus memiliki transportasi alternatif yang cepat, efisien, terjangkau dan ramah lingkungan. Untuk kawasan Bandung timur sebenarnya sudah ada KRD dari pusat kota menuju Rancaekek dan sebaliknya, tapi ternyata kurang begitu efektif melayani para komuter. Jika kita lihat Jakarta sudah meiliki transportasi alternatif seperti kereta listrik untuk mobilitas kaum komuter sedangkan Bus TransJakarta untuk mobilitas dalam kotanya, kemudian Pemkot Jakarta sedang membangun intalasi untuk monorel tidak ada salahnya Bandung memilih salah satu transportasi alternatif.
Adapun alternatif untuk bahan bakar minyak bumi yaitu biodiesel atau biopertamax yang lebih ramah lingkungan. Hal ini bisa dilakukan jika energi ini sudah dapat diproduksi secara masal dan terjangkau untuk kalangan pekerja.
Penutup
Mobilitas individu dari kawasan Bandung Timur dari tahun ke tahun semakin berkembang, hal itu tidak dapat dihindari karena mengingat Bandung sebagai pusat dari segala kegiatan seperti pendidikan, pemerintahan, dan perekonomian. Hal itu berdampak bagi kelancaran lalu lintas dan elastisitas penggunaan energi minyak bumi yang tentunya berdampak pada lingkungan Bandung sendiri. Untuk itu perlu ada langkah yang cerdas dari semua pihak agar mobilitas tersebut dapat dilakukan secara cepat, efisien, dan ramah lingkungan tentunya.
Daftar Pustaka
Awan Mutakin Prof DR. 2002. Dinamika Kehidupan Masyarakat Perkotaan. Anggita Pustaka Mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar